MAKALAH
SEJARAH SASTRA
“Disusun dalam rangka memenuhi
salah satu tugas mata pelajaran”
Disusun oleh :
Ayi Saripudin
SMK Nurul Fitri
2021
DAFTAR ISI
2.1. Periodisasi
Sejarah Sastra
1.
Perodisasi sastra menurut Buyung Saleh
2.
Periodisasi sastra menurut H.B.Jassin, 1953 (via notosusanto,1963:199-200)
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh,
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah rahmat
dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan waktu yang
telah ditentukan .
Kami berharap semoga
Makalah yang berjudul “Sejarah Sastra” dapat bermanfaat bagi para pembaca
makalah ini dan dapat mengetahui dan memahami masa periodisasi sastra.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat
kekurangan, khususnya menyangkut masalah pembahasan periodisasi sastra yang
kesemuanya itu disebabkan oleh minimnya pengetahuan kami, maka dari itu kami
butuhkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah
ini.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini. Akhir kata kami ucapkan .
Wassalamu Alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh .
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Sastra Indonesia adalah sebuah istilah yang melingkupi berbagai macam karya
sastra yang berda di Indonesia. Sastra Indonesia sendiri dapat merujuk pada
sastra yang di buat di wilayah kepulauan Indonesia. Sering juga secara luas
dirujuk pada sastra yang bahasa akarnya berdasarkan bahasa Melayu (dimana
Bahasa Indonesia adalah turunannya).
Periodisasi sastra adalah pembabakan waktu terhadap perkembangan sastra yang
ditandai dengan ciri-ciri tertentu. Maksudnya tiap babak waktu (periode)
memiliki ciri tertentu yang berbeda dengan periode yang lain. Dalam periodisasi
sastra Indonesia di bagi menjadi dua bagian besar, yaitu lisan dan
tulisan. Secara urutan waktu terbagi atas angkatan Pujangga Lama,
angakatan Balai Pustaka, angkatan Pujangga Baru, angkatan 1945, angkatan
1950-1960-an, angkatan 1966-1970-an, angkatan 1980-1990-an, angkatan Reformasi,
angkatan 2000-an.
Adapun pembagian periodisasi sastra menurut para ahli yaitu Buyung Saleh, HB.
Jassin, Nugroho Notosusanto, dan Ajip Rosidi.Secara sederhana dapat dikatakan
bahwa sejarah sastra merupakan cabang ilmu sastra yang mempelajari pertumbuhan dan
perkembangan sastra suatu bangsa, misalnya sejarah sastra Indonesia, sejarah
sastra Jawa dan sejarah sastra Inggris.
Dalam jangka waktu yang relatif
panjang tercatat munculnya secara besar jumlah persoalan sastra yang erat
kaitannya dengan perubahan zaman dan gejolak sosial politik yang secara
teoritis dipercaya besar pengaruhnya terhadap warna kehidupan sastra. Masalah
itu biasanya terkait dengan teori periodisasi atau pembabakan waktu sejarah
sastra.
1.2.Rumusan
Masalah
·
Bagaimanakah periodisasi sejarah
sastra Indonesia dan tokoh-tokoh yang terlibat dalam periodisasi sejarah sastra
Indonesia?
·
Mengapa terjadi perbedaan penamaan
periodisasi sastra antar tokoh?
1.3.Tujuan
Penulisan
·
Untuk mendiskripsikan periodisasi
sejarah sastra dan untuk mengetahui tokoh-tokoh yang terlibat dalam periodisasi
sejarah sastra Indonesia
·
Untuk mengetahui terjadinya
perbedaan penamaan periodisasi sastra antar tokoh
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Periodisasi Sejarah Sastra
Di Indonesia dan Tokoh-Tokoh Yang Terlibat di Dalamnya
Periodisasi
adalah pembagian kronologi perjalanan sastra atas masanya, biasanya berupa
dekade- dekade.
Secara umum periode perkembangan sastra Indonesia terbagi atas sastra Indonesia
lama (klasik) adalah karya sastra yang berkembang sebelum ada pengaruh dari
kebudayaan luar, khususnya kebudayaan barat. Sastra Indonesia lama diperkirakan
lahir pada tahun 1500 sampai abad ke-19. Adapaun sastra Indonesia modern karya
sastra yang berkembang setelah ada pengaruh kebudayaan Barat pada awal abad
ke-20.
Beberapa kritikus satra telah mencoba membagi periodisasi (pembabakan) sastra
Indonesia, di antaranya:
1.
Perodisasi sastra menurut Buyung Saleh
Periodisasi sastra menurut Buyung
Saleh adalah jangka yang panjang atau pendek dalam perkembangan sastra yang
menunjukka ciri khas karya sastra. Periodisasi sastra Indonesia pada
mumnya terbagi menjadi:
1.
Kesusastraan Lama
Karya sastra pada kesusastraan lama masih berkisar pada
cerita yang disampaikan dari mulut ke mulut (lisan). Hasil karya sastranya
berupa dongeng, mantra, dan hikayat. Cerita pada masa ini bersifat istana
sentries (mengisahkan kehidupan raja-raja).
2.
Kesusastraan Peralihan
Kesusastraan peralihan dipelopori oleh Abdullah bin Abdul
Kadir Munsyi. Karya masa peralihan telah meninggalkan kebiasaan lama yang
bersifat istana sentries menjadi karya yang lebih realistis. Hasil karya sastra
yang terkenal, yaitu Hikayat Abdullah.
3.
Kesusastraan Baru
• Angkatan Balai
Pustaka
Angkatan Balai Pustaka berdiri pada tahun 1920 oleh penerbit
Balai Pustaka. Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh
buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang
banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis
(liar). Karya sastra dan penulis angkatan ini, yaitu Azab dan Sengsara karya
Merari Seregar (1920), Siti Nurbaya karya Marah Rusli (1920), dan Salah Asuhan
karya Abdul Muis (1928).
• Angkatan
Pujangga Baru
Pujangga Baru adalah sebuah nama majalah yang dipimpin oleh Sutan Takdir
Alisjahbana, Amir Hamzah, dan Armijn Pane. Sastra Pujangga Baru cenderung
kearah nasionalis, tetapi termasuk juga sastra idealistik dan romantik. Karya
sastra dan penulis angkatan ini, yaitu Layar Terkembang karya Sutan Takdir
Alisjahbana (1936), Di Bawah Lindungan Ka’bah karya Hamka (1938), dan Belenggu
karya Armijn Pane (1940).
• Angkatan 1945
Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga
baru yang romantik – idealistik. Karya sastra pada angkatan ini banyak bercerita
tentang perjuangan merebut kemerdekaan seperti halnya puisi-puisi Chairil
Anwar. Sastrawan angkatan ’45 memiliki konsep seni yang diberi judul “Surat
Kepercayaan Gelanggang”. Konsep ini menyatakan bahwa para sastrawan angkatan
’45 ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati nurani. Karya Sastra
angkatan ini, yaitu puisi berjudul Kerikil Tajam karya Chairil Anwar (1949),
Atheis karya Achdiat Karta Mihardja (1949), dan Dari Ave Maria Ke Jalan Lain
Menuju Roma karya Idrus (1948).
• Angkatan 1966
Angkatan ini ditandai dengan terbitnya Horison (majalah sastra) pimpinan
Mochtar Lubis. Menurut HB. Jassin karya sastra angkatan ini mempunyai konsepsi
Pancasila, menggemakan protes sosial, politik, dan membawa kesadaran nurani
manusia yang bertahun-tahun mengalami kezaliman dan perkosaan terhadap
kebenaran dan rasa keadilan serta kesadaran akan moral dan agama. Karya sastra
angkatan ini, yaitu puisi berjudul Malu Calzoum Bachri, dan Dukamu Abadi karya
Sapardi Djoko Damono.
2. Periodisasi
sastra menurut H.B.Jassin, 1953 (via notosusanto,1963:199-200)
A. Sastra
Melayu Lama
Periodisasi sastra adalah penggolongan sastra berdasarkan pembabakan waktu dari
awal kemunculan sampai dengan perkembangannya. Selain berdasarkan tahun kemunculan,
juga berdasarkan ciri-ciri sastra yang dikaitkan dengan situasi sosial, serta
pandangan dan pemikiran pengarang terhadap masalah yang dijadikan objek karya
kreatifnya. Pada masa itu sastrad ipengaruhi oleh kebudayaan Hindu-Budha dan
kebudayaan Islam di Indonesia.
Ciri-ciri sastra melayu lama adalah masih menggunakan bahasa Melayu, cerita
seputar istana sentris dan hal-hal tahayul, penggarang anonin, dan masih sangat
terikat dengan aturan-aturan dan adat-istiadat daerah setempat.
Karya sastra yang muncul pada masa
ini misalnya adalah Hikayat Hang Tuah, Hikayat Mahabarata, Hikayat Seribu Satu
Malam, Cerita-cerita Panji, Tajussalatin, Bustanus Salatin.
B. Sastra
Indonesia Modern
Karya sastra Indonesia modern ini
muncul pada awal abad ke-20. Dipelopori oleh gerakan nasionalis dari pejuang
bangsa Indonesia. Sastra Indonesia modern ini dibagi lagi menjadi 4, yaitu:
• Angkatan Balai
Pustaka
Angkatan balai pustaka merupakan
titik tolak kesusastraan di Indonesia. Dilatarbelakangi oleh munculnya penerbit
Balai Pustaka pada tahun 1917 yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Ciri-cirinya adalah:
a)
Menggunakan bahasa Indonesia tapi
masih terpengaruh bahasa Melayu.
b) Cerita mengusung adat-istiadat dan kawin paksa
c) Dipengaruhi tradisi lokal dan daerah setempat Seputar
romantisme
d) Unsur nasionalisme belum jelas
e) Bersifat didaktis (harus memberikan pendidikan budi pekerti)
f)
Pertentangan paham antara kaum tua
dan kaum muda
Bahasa percakapan dimasukkan di
antara baca tulisan. Puisinya terdiri atas:
Syair dan pantun
Angkatan balai pustaka terkenal dengan sensornya yang ketat sehingga banyak
karya sastra yang tidak diterbitkan bahkan ditarik dari pasar, seperti Salah
Asuhan dan Belenggu. Contoh karya sastra pada zaman ini adalah Azab dan Sengsara
(Merari Siregar), Sitti Nurbaya (Marah Rusli), Muda Teruna (M. Kasim), Salah
Pilih (Nur St. Iskandar), Dua Sejoli (M. Jassin, dkk.)
• Angkatan
Pujangga Baru (33)
Munculnya angkatan pujangga baru dilatarbelakangi oleh majalah sastra Pujangga
Baru (Juli 1933), selain itu juga sebagai reaksi dari ketatnya sensor di balai
pustaka. Angkatan pujangga baru menginginkan nasionalisme lebih dikobarkan agar
bisa menjadi penyemangat rakyat dalam perjuangan kemerdekaan. Sastra Pujangga
Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis menjadi “bapak” sastra
modern Indonesia.Ciri-ciri angkatan pujangga baru adalah:
a) Masalah yang
diangkat ialah kehidupan modern
b) Nafas
nasionalisme sudah jelas
c) Bahasa yang
digunakan adalah “kata-kata pujangga” atau kata-kata indah dan cenderung
romantic
d) Kesamaan dengan
angkatan 20 tendesius, didaktis
e) Angkatan ini
telah bebas menentukan nasibnya sendiri
Tokoh-tokoh terkenal pada masa
pujangga baru seperti Sutan Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah, Armyn Pane, Sanusi
Pane, Muhammad Yamin, J.E. Tatengkeng, Rustam Effendi, dan Hamka.
• Angkatan ‘45
Angkatan ’45 lahir dalam suasana
lingkungan yang sangat prihatin dan serba keras, yaitu lingkungan fasisme
Jepang dan dilanjutkan peperangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Selain
itu juga dilatarbelakangi oleh munculnya respons terhadap Angkatan Pujangga
Baru yang cenderung romantik.
Ciri-ciri karya sastra angkatan ’45
adalah:
a) Terbuka
b) Pengaruh unsur
sastra asing lebih luas
c) Corak isi lebih
realis, naturalis
d)
Individualisme sastrawan lebih menonjol, dinamis,
dan kritis
Penghematan kata dalam karya
e) Ekspresif
f) Sinisme dan sarkasme
a. Karangan prosa
berkurang, puisi berkembang
Sastrawan yang terkenal pada masa ini
adalah Chairil Anwar, Idrus, Achdiat Kartamihardja, dan Aoh Kartahadimaja.
Karya sastra yang lahir pada angkatan ’45 seperti Deru Campur Debu, Dari Ave
Maria ke Jalan Lain ke Roma, Atheis, Zahra, dll.
• Angkatan ‘66
Lahirnya Angkatan ’66 adalah aksi yang
dilancarkan para pemuda dan seniman pada tahun 1966 yang memprotes
kesewenang-wenangan penguasa, dan terbitnya majalah sastra Horison.
Ciri-ciri sastra pada masa Angkatan
’66 adalah:
a) Bercorak
perjuangan anti tirani proses politik, anti kezaliman dan kebatilan
b) Bercorak
membela keadilan
c) Mencintai nusa,
bangsa, negara dan persatuan
d) Berontak
e) Pembelaan
terhadap Pancasila
f) Protes sosial
dan politik
Contoh karya sastra pada Angkatan
’66 adalah Pabrik, Telegram, Stasiun, Ziarah, Kering, dll.
Banyak peranan periodisasi sastra di
Indonesia, seperti sebagai tolakan berkembangnya sastra di Indonesia. Sastra di
zaman perjuangan juga digunakan sebagai media pembangkit nasionalisme dan
pengobar semangat.
3. Periodisasi
sastra menurut Nugroho Notosusanto
Nugroho Notosusanto tidak memberikan ciri-ciri intrinsik karya sastra Indonesia
yang ada dalam tiap-tiap periode, ia rupanya mengikuti H.B. Jassin dan Boejoeng
Saleh. Hanya mengenai angkatan 50 dikatakan olehnya (1963: 208) bahwa para
sastrawan periode 50 jangkauan orientasinya meliputi seluruh dunia, tak
hanya Belanda dan Eropa Barat. Penyair dan penulis cerkan berguru kepada
sastrawan Indonesia sendiri, mereka berguru puisi pada Chairil Anwar dan Sitor
Situmorang, pengarang prosa berguru kepada Pramoedya Ananta oer atau Idrus.
Unsur-unsur persajakan dari bahasa-bahsa daerah semakin digali hingga makin
kayalah bahasa Indonesia. Tradisi Indonesia menjadi titik tolak. Sifat nasional
periode ’50 juga dicerminkan oleh tersebarnya pusat-pusat kegiatan ke seluruh
wilayah tanah air.
1. Sastra Melayu Lama
2. Sastra Indonesia Modern
Sastra indonesia modern
terbagi 3 ankatan
1. Angkatan 20
2. Angkatan 33atau
punjaga baru
Karakteristik masing- masing
angkatan : angkatan 20, prosesnya menggambarkan:
1. Pertentangan
paham antara kaum tua dan kaum muda
2. Soal kawin
paksa, pra maduan dan lain-lain
3. Kebangsaan belu
maju kedepan, masih kedaerahan
Kelainan dengan sastra melayu lama
1. bahasa
percakapan dimasukan diantrany a baca tulis
2. ada terdapat
analisis jiwa
3. cerita beramain
pada jaman sekarang
4. kebangsawanan
pikiran kontra kebangsawanan darah
5. pandangan hidup
baru kontra moral lama puisinya sebagian besar terdiri atas
syair dan pantun
6. bersifat
didaktis
Angkatan 33
1. angkatan ini
telah bebas menentuka nasibnya sediri
2. persoalannya
ialah: mengahadapi masyarakat kota dengan masal-masalah kota
3. juga: bagaimana
menggunakan kebebasan dan bagaimana fungsi kebebasan tehadap masyarakat
4. pentingnya
adalah: persoalan kebangunan kebangsaan , jadi hasil karaya mereka bercorak
kebangsaan
5. dalam segala
keragamannya yang menjadi pengikat mereka adalah cirri-ciri nasional
6. kesamaan dengan
angkatan 20 tendensius, didaksis
2.1. Masa Kebangkitan
2.1.1. Periode ‘20
2.1.2. Periode ‘33
2.1.3. Periode ’42
2.2. Masa Perkembangan
2.2.1. Periode ‘45
2.2.2. Periode ‘50
4.
Periodisasi Sastra Ajip Rosidi (1969:13)
I. Masa
kelahiran dan masa penjadian (kl. 1900-1945)
1. Periode awal
hingga 1933
2. Periode
1933-1942
3.
Periode 1942-1945
II. Masa
perkembangannya (1945 hingga sekarang)
1. Periode
1945-1953
2. Periode
1953-1961
3. Periode 1961
sampai sekarang (1969)
Ajip Rosidi juga tidak menguraikan ciri-ciri
intrinsik karya sastra Indonesia yang ada dalam tiap-tiap periodenya.
Perlu
ditegaskan bahwa sesungguhnya periode-periode sastra ittu tidak tersusun mutlak
seperti balok-balok batu yang dideretkan, yaitu periode satu digantikan dengan
periode yang lain dengan batas tegas, melainkan periode-periode ini saling
bertumpang-tindih. Sebelum sebuah periode atau angkatan lenyap sama sekali,
sudah timbul benih-benih angkatan baru. Hal ini disebabkan oleh situasi dan
kondisi tertentu yang istimewa dan biasanya didukung oleh generasi sastra
baru yang mulai menampakkan diri. Sebelum angakatan baru tersebut terintegrasi,
maka angkatan lama masih mempunyai kekuatan, bahkan juga sesudah angkatan baru
terintegrasi. Dengan demikian, angkatan lama dan angkatan yang baru lahir itu
hidup berdampingan. Namun masing-masing menunjukkan ciri-ciri sastra yang
berbeda !
Berdasarkan ketidakmutlakan itu,
maka gambaran sesungguhnya periode-periode sejarah sastra Indonesia bertumpang
tindih sebagai berikut:
1. Periode Balai
Pustaka: 1920-1940;
2. Periode
Pujangga Baru: 1930-1945;
3. Periode
Angkatan 45: 1940-1955;
4. Periode
Angkatan 1950-1970; dan
5. Periode
Angkatan 70: 1965-sekarang (1984)
Dalam periodesasi
itu kelihatan adanya tahun-tahun yang bulat. Hal ini untuk mempermudah
pengingatandan pemahaman dalam studi (sastra). Lagi pula lahirnya, tersebarnya
dan terintegrasinya suatu periode sastra atau angkatan sastra, pada umumnya
kurang jelas batas-batas waktunya. Jadi, tahun-tahun bulat itu sebagai ancar-ancar
timbulnya, tersebarnya, terintegrasinya dan lenyapnya suatu periode atau
angkatan sastra
Periodisasi sastra adalah pembabakan waktu terhadap perkembangan sastra yang
ditandai dengan ciri-ciri tertentu
Maksudnya tiap babak waktu (periode)
memiliki ciri tertentu yang berbeda dengan periode yang lain, misalnya pada
angkatan ‘45
Terbuka
·
Pengaruh unsur sastra asing lebih
luas
·
Corak isi lebih realis, naturalis
·
Individualisme sastrawan lebih
menonjol, dinamis, dan kritis
·
Penghematan kata dalam karya
·
Ekspresif
·
Sinisme dan sarkasme
Karangan prosa berkurang, puisi
berkembang
2.2.
Masalah Periodisasi Sastra
Masalah periodisasi sastra memang merupakan masalah yang banyak menarik
perhatian orang. Bukan hanya penelah sastra saja yang berbicara tentang itu,
melainkan juga para sastrawan ikut melibatkan diri. Sebenarnya, masalah
periodisasi itu tidak begitu penting bagi para sastrawan. Bahkan ada beberapa
pengarang yang tidak mau dirinya dimasukkan kedalam salah satu angkatan karean
mungkin dipandang akan membatasi dan mempersempit kebebasan daya kreatifitasnya
Walaupun
demikian periodisasi sejarah sastra Indonesia moderen itu perlu
terutama bagi penelaah sastara dan bagi dunia pendidikan dan pengajaran
Dengan
periodisasi itu kita akan dapat dengan mudah mengetahui tahap-tahap
perkembangan sastra Indonesia dengan corak dan aliran yang munkin ada pada tiap
tahap perkembangan itu
1. Periodisasi
Buyung Saleh
2. Periodisasi
H.B. Jassin
1. Sebelum tahun
20-an
2. Antara tahun
20-an hingga tahun ‘33
3. Tahun 1933
hingga mei 1942
4. Mei 1942 hingga
sekarang
I. Sastra Melayu Lama
II. Sastra Indonesia Moderen
1. Angkatan 20
2. Angkatan 33
atau Punjangga Baru
3. angkatan 45
mulai sejak 1942
4. angkatan 66
mulai kira-kira tahun 1955
3. periodisasi Nugroho
Notosusanto 4.periodisasi Ajib Rosidi
I. Sastra melayu
lama
II. Sastra Indonesia moderen
A. Masa
kebangkitan
1. periode ‘20
2. periode ‘33
3. periode ‘42
B. Masa
perkembangan
1. periode ‘45
2. periode
‘50 I. Sastra Nusantara Klasik
(sastra dari
berbagai bahasa daerah
di nusantara)
II. Sastra Indonesia moderen
A. Masa kelahiran
(masa
kebangkitan)
1. periode awal
-1933
2. periode
1933-1942
3. periode
1942-1945
B. Masa
perkembangan
1. periode
1945-1953
2. periode
1953-1961
3. periode
1961-sekrang
Dari ikhtisar 4 macam periodisasi diatas, nyatalah bahwa sebenarnya tidak ada
perbedaan yang prinsipil antara periodisasi yang satu dengan yang lain.
Kesemuanya mulai perkembangannya sastara Indonesia moderen sejak tahu 20-an.
Kesemuanya menempatakan tahun ’30, tahun ’45, dan tahun’66 sebagai
tonggak-tonggak penting dalam perkembangan sastra. Perbedaanya hanya
berkisar padamasa dan istilah dan masalah peranan tahun 1942 dan tahu
1950 di dalam perkembangan sastra Indonesi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa,
1. tidak adanya kesamaan istilah yang diperguakan,
istilah-istilah yang biasa dipakai misalnya angkatan, periode dan generasi
2. Tidak adanya kesamaan pengertian terhadap istialah-istilah
tersebut. Tentang apa yang disebut angkatan, banyak perbedan pendapat. Rumusan
Pramudia Ananta Tur berbeda dengan rumusan Asrul Sani berbeda pula dengan
rumusan Rahcmad Djoko Pradopo, Ajib Rosidi dan sebagainya
3. tidak adanya kesamaan nama yang dipergunakan untuk menyebut
suatu angkatan atau suatu periode. Ada yang memakai angka tahun, ada yang
memakai tahun angka badan penerbit, nama majalah, nama buku, dan sebagainya
4. tidak adanya kesamaan sistem yang dipergunakan. Ada yang
menunjukan satu angkatan tahun misalnya angkatan 20 dan ada pula yang
menunjukan jangka waktu dari dua angka tahun, misalnya periode tahun ’20 hingga
tahun ’30.
B. Saran
Berdasarkan
simpulan diatas, maka perlu disarankan hal-hal sebagai berikut:
1. dalam rangka pembinaan dan pengembanga sejarah sastra perlu
terus dikem bangkan
2.
untuk lebih memperdalam pemahaman
terhadap sejarah periodisasi sastra perlu diadakan penelitian yang lebih
mendalam.
0 Komentar